Friday, August 30, 2019
Wednesday, August 28, 2019
“Bukan apa yang dapat kita terima, tapi apa yang bisa kita berikan.”
Penggalan lirik lagu Anak Garuda yang diaransemen ulang oleh
grup band Cokelat di atas mengingatkan pendengarnya untuk lebih banyak memberi dibandingkan
menerima. Setidaknya hal ini adalah hal dasar dalam karakter manusia.
Sekolah sebagai wadah belajar mengajar, tidak luput dari
tugas pembentukan karakter siswanya. Namun nyatanya, kebanyakan sekolah masih
mengutamakan nilai akademis dibandingkan dengan pendidikan karakter. Pendidikan
karakter adalah kegiatan pembelajaran yang ditujukan untuk membentuk individu
secara terus-menerus serta melatih siswa untuk dapat memiliki karakter pribadi
yang lebih baik.
Pendidikan karakter akan berkaitan erat dengan skill,
budi pekerti, serta agama.
Pendidikan karakter dianggap sangat penting karena
pendidikan ini akan berorientasi pada aktivitas siswa dengan suasana
pembelajaran yang lebih menyenangkan, membangkitkan minat belajar, dan
merangsang kreativitas, imajinasi dan inovasi. Pendidikan karakter mampu
melatih siswa dalam menghadapi segala tantangan dalam hidup.
Salah satu sekolah yang menanamkan pendidikan karakter
adalah SMA Selamat Pagi Indonesia. Penyelenggaraan pembelajaran yang dilakukan
berbasis life skill atau kecakapan hidup, dengan tujuan mempersiapkan
siswanya untuk terjun dalam kehidupan bermasyarakat. SMA Selamat Pagi Indonesia
menerapkan penilaian secara PAKSA (Pray, Attitude, Knowledge, Skill dan
Action). Siswa sangat dipersiapkan untuk dapat bersaing di era global
dengan menggunakan media pembelajaran yang berbasis teknologi.
SMA Selamat Pagi Indonesia memberikan pendidikan yang cukup
berbeda di Indonesia. Pembelajaran yang dilakukan berbasis metode experiential
learning, di mana pembelajaran dilakukan tidak hanya di dalam kelas secara
teoritik, namun juga di luar kelas, dengan meningkatkan keunggulan
bidang-bidang non akademis dan ekstrakurikuler.
Sekolah seperti SMA
Selamat Pagi Indonesia inilah yang saat ini dibutuhkan di Indonesia. Pendidikan
Indonesia terkadang terlalu memikirkan nilai-nilai teoritis, hingga melupakan
nilai praktis yang sejatinya lebih digunakan dalam kehidupan.